Salah satu neraka yang wajib dikunjungi adalah Oniyama Jigoku yang berarti Neraka Gunung Setan. Dari namanya terdengar seram ya.
Oniyama Jigoku |
Onisan, setan merah penjaga neraka |
Salah satu neraka yang wajib dikunjungi adalah Oniyama Jigoku yang berarti Neraka Gunung Setan. Dari namanya terdengar seram ya.
Oniyama Jigoku |
Onisan, setan merah penjaga neraka |
Salah satu tempat yang menarik perhatian selama tinggal di Beppu adalah Kifune Castle. Kastil yang berada di salah satu bukit di Kota Beppu ini, walaupun kecil tapi memiliki bentuk arsitektur yang cantik, layaknya seperti kastil-kastil yang ada di Jepang, hanya saja jika yang lain berada di dataran rendah atau dekat dengan air, lain halnya dengan kastil ini.
Setelah dua tahun tinggal di Beppu, akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke sana, sekaligus sebagai trip ulang tahun, hehe.
Kifune Castle penampakan dari bawah |
Pulau Kyushu yang berada di
bagian selatan Jepang terkenal sebagai tempat yang kaya akan aktivitas panas
bumi atau geothermal. Hal ini disebabkan karena letaknya dekat dengan Gunung
Aso, gunung aktif di Jepang. Geothermal banyak dimanfaatkan masyarakat untuk
membuat wisata pemandian air panas.
Masak ala Neraka di Beppu |
Kota Beppu terkenal dengan pemandian
air panasnya atau yang disebut dengan onsen. Termasuk kedua terbesar setelah
Yellowstone National Park di Amerika. Hampir 2 juta lebih pengunjung datang ke
Beppu untuk menikmati onsen.
Ada 8 tempat terkenal bisa dikunjungi
di Beppu atau yang dikenal dengan “Beppu Hatto”. Trip perjalanan menikmati hot
spring di Beppu dikenal dengan “Hell tours, perjalanan ke neraka”. Terdengar
menyeramkan ya?
Tapi ini uniknya Jepang, mereka mengemasnya dengan menarik. “Perjalanan ke neraka” ini kita akan melihat berbagai macam warna mulai dari putih, merah hingga biru dari kawah dari gunung berapinya lengkap dengan setan warna merah dan birunya.
Yang menariknya air panas yang berasal dari panas bumi ini tidak hanya digunakan untuk mandi saja, tetapi juga digunakan untuk berbagai hal, salah satunya memasak atau yang dikenal dengan “Hell steam”.
Enma, salah satu Jigoku Mushi di Kota Beppu |
Karena penasaran, saya dan keluarga mencoba salah satu jigoku yang ada di Kannawa, salah satu tempat yang menjadi tujuan “Hell tours”. Ini salah satu rumah makan yang banyak direkomendasikan di internet. Perjalanan ke sana kurang lebih sekitar 20 menit dari Stasiun Beppu dengan menggunakan taksi ataupun bus.
Sesampai di sana, kita akan memilih makanan mana yang akan kita masak. Kami memilih seafood dan sayur. Nantinya kita akan ditemani oleh pemandu yang akan membantu kita mempersiapkan bahan makanan hingga menyiapkan tungku untuk kita memasak ala jaman Edo ini.
Untuk proses memasaknya kurang lebih 8 hingga 10 menit. Rasa yang diciptakan dengan Hell steam ini sangat unik, warna makanannya juga jadi lebih menarik dan katanya lebih sehat. Jadi, kalau kalian ke Beppu jangan lupa nyobain masak ala “neraka” ini, ya![]
Belajar Kanji Damai dari Haji Sensei |
Bagi orang Jepang perdamaian tidak hanya menjadi tugas pemerintah, mereka memulai dari diri dan lingkungannya. Ada sebuah kanji yang menjadi salah satu prinsip hidup mereka, Heiwa yang berarti damai. Salah satu kanji yang juga menjadi pilihan saya di kelas kaligrafi.
Tentunya kita masih ingat peristiwa bom atom yang diledakkan di Kota Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945 yang menghancurkan kehidupan orang-orang Jepang di masa itu. Selama perang dunia kedua, Hiroshima dan Nagasaki yang terletak di sisi selatan Jepang menjadi sasaran utama pengeboman di masa itu.
Peristiwa kelam itu juga yang akhirnya membuat masyarakat Jepang berusaha untuk menjaga perdamaian, mereka sudah merasakan penderitaan yang luar biasa dan tidak ingin terulang lagi. Bagi mereka peperangan dan konflik hanya akan membawa kesensaraan dan penderitaan bagi kedua belah pihak. Karena itulah orang Jepang sangat berhati-hati untuk tidak menyakiti dan menjaga perasaan orang lain.
Mereka selalu menghormati orang lain dengan tradisi Ojigi, membungkukkan badan dan dengan menggunakan bahasa yang sopan dan halus atau yang dikenal dengan tradisi Aisatsu, mengucapkan permisi dan permintaan maaf dalam percakapan.
Saya berharap prinsip hidup damai ini bisa menjadi bagian dari kehidupan kita di Aceh dan Indonesia, terutama bagi generasi muda yang nantinya menjadi generasi penerus di masa depan.[]
Masyarakat di Jepang terkenal sangat menghormati alam dan lingkungan mereka. Cara mereka menjaga alam sudah dimulai sejak kecil, sebelum anak-anak berumur 10 tahun, mereka tidak diberikan ujian di sekolah tetapi diajarkan bagaimana hidup dengan baik. Mereka belajar mengurus hewan, menghormati orang dan memahami alam. Mereka diajarkan nilai-nilai kehidupan seperti pengendalian diri, tanggung jawab dan bersikap adil.
Banyak juga festival yang melibatkan anak-anak untuk mengajarkan mereka menghormati alam. Salah satunya festival untuk menghormati tokoh pendiri pemandian air panas di daerah Kannawa, Beppu. Mereka diajarkan mengucapkan terima kasih dan berjanji untuk melanjutkan perjuangan beliau untuk terus menjaga air yang ada di daerah mereka.
Begitu pun konsep mereka untuk menggunakan alam menjadi lahan yang menghasilkan tetapi juga bisa terus berlanjut, ada satu konsep yang dikenal dengan Satoyama dan Satoumi. Konsep Satoyama dan Satoumi pertama kali dicetuskan oleh Profesor Tetsuo Yanagi dari Kyushu University di tahun 1998. Dalam bahasa Jepang “sato” berarti desa dan “umi” berarti laut sehingga Yanagi mendefinisikan “satoumi” sebagai “produktivitas tinggi dan keanekaragaman hayati di wilayah laut pesisir dengan interaksi manusia.”
Satoyama merupakan konsep Jepang untuk tradisi lama yang terkait dengan praktek-praktek pengelolaan lahan. Di masa lalu tradisi tersebut mendorong pemanfaatan berkelanjutan sumber daya melalui hubungan manusia dengan ekosistem yang memberikan manfaat untuk kesejahteraan manusia. Salah satu konsep Satoyama adalah perkebunan jamur Shiitake yang berada di semenanjung Kunisaki yang berada di Perfecture Oita. Hasil perkebunan Shiitake di Kunisaki ini termasuk yang terbesar di Jepang, hampir 49% produksi Shiitake terbaik di Jepang berasal dari sini dan dijual hingga ke luar negeri.
Jamur Shiitake yang ada di perkebunan di Kunisaki ditanam dengan menggunakan media kayu, kayu yang digunakan merupakan pohon Tomogi, memiliki kualitas kayu terbaik. Kayunya juga diambil dari hutan yang sudah mereka persiapkan sehingga tidak mengganggu lingkungan yang ada, bagian kayu yang diambil merupakan bagian atas pohon sedangkan bagian akarnya tetap ditinggalkan sehingga bisa menjaga tanah di lahan tersebut dan dalam waktu setahun bisa menghasilkan empat hingga lima tunas baru, jadi hutan bisa rimbun kembali.
Kayu yang digunakan menjadi media tanam pun bisa bertahan hingga lima tahun untuk menghasilkan jamur terbaik, setelahnya kayu tersebut akan hancur dan menjadi nutrisi bagi lahan perkebunan dan juga untuk ikan-ikan yang berada di sungai dan laut di daerah tersebut.
Istilah “satoumi” berasal dari “satoyama” yang Japan Satoyama Satoumi Assessment (JSSA) mendefinisikan lanskap satoyama dan satoumi sebagai “mosaik dinamis sistem sosio-ekologi teratur yang memproduksi paket layanan ekosistem bagi kesejahteraan manusia.”
Ice Cream Jamur Shiitake |
JSSA menggunakan satoyama dan satoumi sebagai perangkat heuristik yang berguna untuk membingkai dan menganalisis hubungan antara jasa ekosistem dan kesejahteraan manusia.
Proses pembersihan Sungai Hiya bersama mahasiswa APU dan masyarakat |
Masyarakat Jepang sangat dekat dengan
alam dan berusaha untuk menjaganya. Mereka menganggap alam menjadi bagian yang
harus dijaga dan sebagai salah satu cara mereka menghormati Sang Pencipta. Ada
banyak konsep di Jepang yang mengatur hubungan manusia dengan alam. Salah
satunya adalah Satoyama dan Satoumi, hubungan
antara desa dengan gunung, hubungan antara desa dengan laut.
Makan - makan Oden yang dimasak di lokasi |
Kali ini saya mendapat kesempatan belajar tentang pelestarian Hotari, atau kunang-kunang. Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara mahasiswa dan masyarakat Beppu yang digagas Komunitas Kame-kame Club. Kami diajak untuk membersihkan Sungai Hiya di daerah Kamegawa, salah satu sungai yang berada di Kota Beppu. Sungai ini dipilih karena merupakan salah satu tempat yang menjadi habitat serangga bersinar ini, sebab selain mempunyai air yang bersih juga memiliki suasana yang tenang. Kami bertugas membersihkan lahan yang berada di sekitar sungai yang nantinya digunakan untuk menanam tanaman yang disukai oleh siput yang menjadi makanan dari kunang-kunang.
Pelepasan Siput Kawanina, yang menjadi makanan kunang-kunang |
Selain membersihkan lahan dan mempersiapkannya untuk kunang-kunang, kesempatan ini digunakan untuk makan bersama dan berdiskusi. Salah seorang kakek bercerita tentang pengalaman beliau mempelajari kunang-kunang dari beberapa negara di dunia. Beliau bercerita bahwa Indonesia memiliki banyak jenis kunang-kunang, sedangkan Jepang hanya punya spesies kunang-kunang, karena itulah mereka berusaha untuk terus melestarikannya.
Hotaru Gari, festival melihat kunang-kunang bersama |
Kegiatan membersihkan sungai ini pun dilaksanakan tiap tahun untuk menjaga habitat kunang-kunang di tempat tersebut yang nantinya akan bisa dilihat pada bulan Mei mendatang. Dan biasanya mereka membuat festival kunang-kunang atau yang disebut dengan Hotari Gari.[]
Negara Jepang adalah salah satu
negara maju di Asia, masyarakatnya dikenal sebagai pekerja keras, hidup
disiplin, tertib dan selalu memerhatikan kesehatan dan kebersihan, ternyata
juga memiliki prinsip hidup damai.
Bersama Professor Mahichi Faezeh, mahasiswa APU dan Sakura dari Hiroshima |
Bagi orang Jepang perdamaian tidak hanya menjadi tugas pemerintah, mereka memulai dari diri dan lingkungannya. Orang Jepang sangat berhati-hati untuk tidak menyakiti dan menjaga perasaan orang lain, mereka selalu menghormati orang lain dengan tradisi Ojigi, membungkukkan badan dan selalu berusaha menggunakan bahasa yang sopan dan halus atau yang dikenal dengan tradisi Aisatsu, mengucapkan permisi dan meminta maaf dalam percakapan.
Peristiwa bom atom yang meledakan Kota Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945 menghancurkan kehidupan orang-orang Jepang pada masa itu. Selama perang dunia kedua, Hiroshima dan Nagasaki yang terletak di sisi selatan Jepang menjadi sasaran utama pengeboman. Peristiwa kelam itu juga yang akhirnya membuat masyarakat Jepang berusaha untuk menjaga perdamaian, mereka sudah merasakan penderitaan yang luar biasa dan tidak ingin terulang lagi. Bagi mereka peperangan dan konflik hanya akan membawa kesengsaraan dan penderitaan bagi kedua belah pihak.
Someiyoshino Sakura |
Selain itu sejak tahun 2011 dua orang yang bernama Profesor Nassrine Azimi dan Profesor Tomoko Watanabe di Hiroshima berinisiatif untuk membuat program Green Legacy Hiroshima atau Warisan Hijau Hiroshima. Mereka membagikan bibit tanaman Sakura dan tanaman-tanaman lain yang bertahan hidup setelah peristiwa bom Atom 74 tahun yang lalu, ke pihak-pihak yang tertarik. Hingga sekarang telah tersebar di 34 negara, mulai dari Afganistan hingga Amerika Serikat. Bibit-bibit tanaman ini diharapkan menjadi pesan damai, harapan agar dunia bebas dari nuklir.[]
Sumber : https://portalsatu.com/pesan-damai-dari-hiroshima-jepang/
Persiapan Bahan-bahan Nanakusa-gayu |
Orang Jepang selalu punya tradisi yang dilakukan setiap musim, mulai dari musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin.
Begitu pun dengan pergantian tahun atau tahun baru. Masyarakat Jepang melakukan tradisi Makan Osechi, masakan yang diletakkan di atas wadah tradisional Jepang untuk tahun baru, yang dinikmati bersama keluarga.
Perayaan tahun baru bagi orang Jepang dirayakan mulai dari tanggal 1 hingga 6 Januari setiap tahunnya. Nah, di pengujung tanggal tersebut ada masakan khusus yang harus disiapkan sebagai penutup tahun baru yang disebut Nanakusa-gayu, bubur yang dimasak dengan tujuh jenis daun-daun herbal.
Yang menjadi ciri khas dari bubur Nanakusa-gayu adalah dimasak dengan tujuh jenis daun herbal, yakni daun Seru, Nazuna, Hakopela, Suzuna/Kabo, Suzushilo/Daikon, Hotokenoza, dan Gogyou.
Sejarahnya Nanakusa-gayu ini sendiri berasal dari daratan China sekitar 1000 tahun di masa Heian.
Di pengujung tahun 2020 saya dapat kesempatan untuk ikut bagian langsung dalam menyiapkan bahan-bahan Nanakusa dari petani hingga proses pengemasan untuk dijual ke pasar.
Kegiatan ini menjadi momen yang tidak terlupakan, karena selain bisa melihat langsung pertanian ketujuh tanaman herbal tersebut dan dilakukan di musim dingin.
Setiap paginya saya dan beberapa teman lainnya berangkat dari penginapan yang disediakan oleh pihak pertanian menuju lokasi yang berada di Kunisaki, Oita. Di sana terdapat banyak sekali rumah kaca yang digunakan untuk mengembangkan ketujuh jenis tanaman herbal tersebut. Terlihat juga ada beberapa pekerja yang berasal dari masyarakat sekitar.
Pemisahan Daikon |
Setiap harinya kami bertugas untuk
menyeleksi produk yang baik dan bagus untuk dikemas sedangkan yang jelek dan
buruk dibuang. Setiap pekerja memiliki tugas masing-masing. Saya sendiri
bertugas memilih dan memilah Suzuna atau Kabo dan Suzushilo atau Daikon.
Di proses ini saya melihat bagaimana ketatnya pengawasan kualitas produk orang jepang. Ada banyak juga produk yang menurut mereka tidak bisa digunakan hanya karena cacat sedikit saja. Ada rasa bersalah ketika melihat banyak produk yang dibuang, tapi pihak pertanian mengatakan kalau produk-produk yang cacat, rusak dan tidak layak jual ini nantinya akan diolah lagi untuk penanaman selanjutnya.
Kegiatan ini berlangsung selama 10 hari hingga semua produk bisa dikemas dan dipasarkan sebelum tanggal 7, sehingga pembeli sudah bisa menyimpannya di rumah. Walaupun sempat dihadang hujan salju yang lebat, aktivitas ini tidak berhenti, karena semua pekerjaan dilakukan di dalam ruangan rumah kaca atau pun gudang, sehingga perkerja bisa terjaga dari badai. Hal ini sudah diperhitungkan oleh pihak pertanian demi mencapai target sesuai yang diinginkan.
Ada rasa senang dan bangga ketika semua produk Nanakusa bisa dikemas dengan baik dan bisa melihatnya terjual di pasaran. Apalagi produk-produk ini dijual untuk keperluan kesehatan.
Bubur Nanakusa sendiri dimakan untuk
mengistirahatkan perut yang selama perayaan tahun baru diisi dengan berbagai
macam lauk-pauk dari masakan Osechi yang sebagian besar bukan berupa sayuran.
Selain itu, bubur nanakusa dipercaya menjauhkan orang dari segala macam
penyakit, karena dipercaya memiliki arti untuk harapan akan kedamaian,
kesejahteraan, serta kesehatan untuk keluarga.[]