Jumat, 11 Februari 2022

Setsubun, Mengusir Setan ala Anak-anak Jepang

Kali ini saya berkesempatan ikut merayakan Setsubun, tradisi mengusir setan ala anak-anak di Jepang. Setsubun dalam arti sebenarnya adalah nama perayaan yang digunakan di Jepang untuk hari sebelum hari pertama setiap musim. Dalam satu tahun terdapat 4 kali hari pertama setiap musim: Musim Semi (Risshun), Musim Panas (Rikka), Musim Gugur (Rishu), dan Musim Dingin (Ritto). Tapi istilah Setsubun sekarang hanya digunakan untuk menyebut hari sebelum hari pertama musim semi saja, sekitar tanggal 3 Februari setiap tahunnya.

Tradisi Setsubun adalah perpaduan upacara mengusir arwah jahat di istana yang berasal dari tradisi Tiongkok dan upacara melempar kacang (Mamemaki). Kacang yang dilempar-lemparkan biasanya adalah kedelai, atau yang sering disebut kacang keberuntungan (Fukumame). Jumlah kacang yang dilempar dan yang dimakan disesuaikan dengan usia orang tersebut.

Kacang akan dilemparkan ke arah orang yang berperan menjadi setan (Oni) sambil mengucapkan mantera “Oni wa soto, fuku wa uchi” yang berarti, setan ke luar, keberuntungan ke dalam! Tradisi melempar kacang ini melambangkan keinginan bebas dari penyakit dan selalu sehat sepanjang tahun. Tradisi ini terlihat seperti ritual melempar jumrah ketika ibadah haji.

Selain tradisi mengusir setan tersebut ada juga tradisi makan Sushi Ehoumaki yang berarti gulungan keberuntungan. Sushi Ehoumaki sendiri adalah sushi yang digulung dengan rumput laut panjang tanpa dipotong-potong menjadi kecil, seperti Leumang di Aceh. Ehoumaki berisi 7 bahan yang mewakili tujuh Dewa Keberuntungan (Shichifukujin).

Isian tersebut dimaksudkan mewakili kesehatan yang baik, kebahagiaan juga kemakmuran. Semua bahan digulung menjadi satu untuk menjadi keberuntungan. Memakannya tidak boleh dipotong kecil-kecil, harus dimakan bulat-bulat, memotongnya berarti ikut memotong keberuntungan. Memakannya juga harus menghadap ke arah mata angin yang sudah ditentukan setiap tahunnya, untuk tahun ini menghadap arah timur-timur laut, dan tidak boleh berbicara hingga satu gulung itu habis dimakan.

Selain itu, acara ini dijadikan kesempatan anak-anak berkumpul dan bermain bersama teman dan orang tuanya, mulai dari bercerita, bermain sulap, membuat topeng, permainan estafet kacang dengan sumpit dan masih banyak lagi permainan seru lainnya.

Karena hanya berlangsung sehari setiap tahun maka Setsubun merupakan salah satu atraksi wisata yang tidak boleh dilewatkan wisatawan yang ingin merasakan sensasi melempari Oni, makhluk astral Jepang.[]

Sumber : https://portalsatu.com/setsubun-mengusir-setan-ala-anak-anak-jepang/

Hijrah Saputra Terpilih Menjadi Marketeers of The Year Markplus


BANDA ACEH – Pengusaha muda Aceh Hijrah Saputra menjadi salah satu penerima anugerah Marketeers of the Year 2015 untuk sektor Ekonomi Kreatif yang diselenggarakan MarkPlus, Inc di Banda Aceh pada Selasa, 7 April 2015 kemarin. Tahun lalu Hijrah juga menjadi pemenang untuk kategori Marketeer Techno Start Up Icon dalam event yang sama.

Pemuda kelahiran Sabang ini mengaku sangat senang dan bangga dengan penghargaan yang diperolehnya. Menurutnya ini adalah apresiasi atas apa yang dilakukannya selama ini.

“Apalagi dapat penghargaan dari perusahaan marketing terbesar di Asia,” kata Hijrah kepada portalsatu.com kemarin, Rabu, 8 April 2015.

Untuk menjadi nominator dalam event bertajuk Indonesia Wow ini, tim seleksi dari lembaga tersebut langsung mensurvey sendiri para kandidat yang akan diberi penghargaan. Industri kreatif yang dikelola Hijrah di bawah bendera Piyoh Design dinilai memberikan kontribusi besar untuk perubahan yang lebih baik.

“Nah, Piyoh sendiri dipilih karena katanya memberikan pengaruh positif untuk perkembangan ekonomi kreatif di Aceh,” kata pria yang pernah memenangkan MDGs Award tahun 2013 ini.

Selain aktif berwirausaha, lulusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Brawijaya ini juga aktif di kegiatan kepariwisataan, dunia marketing dan salah satu pendiri organisasi The Leader. Organisasi yang concern pada pengembangan bakat anak-anak muda. Selain itu, ia juga founder Rumah Kreatif Sabang serta penggerak Sabang Berkebun.

Selain penghargaan yang diperolehnya kemarin, ia pun mengakui bidang yang diminati selama ini membawanya menjadi pemenang Marketeer Techno Start Up Icon 2014, Runner Up My Selangor Story dan Wirausaha Muda Mandiri Kreatif di tahun 2013 serta Entrepreneur Writing Content 2011.

Ia juga mengatakan prospek bisnis anak muda di Aceh sekarang sangat besar sekali karena masih banyak permasalahan di Aceh.

“Berarti  masih banyak peluang yang bisa dikembangkan, masalah adalah peluang, yaitu bisa menghasilkan uang, dikata peluang sendiri ada kata uang di dalamnya,” katanya.

Dalam menjalankan usahanya ada nilai-nilai tertentu yang dianut Hijrah, ia ingin selalu menjadi orang yang bermanfaat. Dan yang paling terpenting adalah selalu melakukannya dengan ijin dan restu kedua orang tuanya.

Sebagai seorang pengusaha muslim, Hijrah juga tak pernah melalaikan salat wajib lima waktu. Ia juga rajin melakukan salat sunnah dhuha dan rajin bersedekah.[] (ihn)

Hijrah Saputra Terima Penghargaan dari Kampus di Jepang


BANDA ACEH - Desainer grafis asal Sabang, Aceh, yang juga pemilik Piyoh Design, Hijrah Saputra, mendapat penghargaan dari Kampus Ritsumeikan Asia Pacific University (APU), Jepang, Rabu, 8 Januari 2020. Ia mendapat penghargaan sebagai salah satu mahasiswa yang berkontribusi di kegiatan sosial. 

Penghargaan ini diadakan kampus dan diberikan kepada mahasiswa dan organisasi yang berkontribusi positif terhadap sosial, lingkungan, kebudayaan, olahraga, kesenian, pariwisata dan pendidikan.
Anak ke-3 dari pasangan Suradji Junus dan Erwani Meutia ini mendapatkan penghargaan karena kontribusinya mendesain produk di program Plushindo yang dilakukan kolaborasi bersama Tim Fingertalk, wirausaha sosial yang melakukan pemberdayaan teman-teman Tuli untuk menghasilkan produk kreatif yang juga membantu konservasi hewan-hewan langka di Indonesia.
Penghargaan ini menjadi kebanggaan bagi Hijrah. Dia tidak pernah menyangka, hasil karyanya mendapat perhatian dari pihak kampus. Harapannya ke depan bisa terus berkarya dan bisa membantu lebih banyak orang dengan desain-desain yang dibuatnya dan dana yang diberikan oleh pihak kampus.
Selain itu, Tim Fingertalk juga mendapat penghargaan khusus, Ritsumeikan Trust Award for Excellence in Extracurricular Activities. Penghargaan ini diberikan karena Tim Fingertalk yang digerakkan Dissa Syakina Ahdanisa, Hijrah Saputra dan Muhammad Rizqi Ariffi, terus aktif mengampanyekan semangat inklusi di Jepang dalam berbagai kegiatan.
Bersamaan dengan mereka ada mahasiswa lain yang juga mendapat penghargaan, Paykar Attaulah dari Afghanistan, Vincent dari Vietnam, Yasuda Kana dari Jepang dan Peter Ryan dari Indonesia.[](rilis)
Editor: portalsatu.com

Sistem Transportasi di Jepang


JURNAL ACEH-Hijrah Saputra, merupakan Creative Leader dari akun @theleader_id ia menjadi pembicara dalam live instagram Dishub Aceh mengenai tranportasi di negeri Sakura. Ia menceritakan kebiasaan orang-orang di Jepang yang berubah selama pandemi.

Selama pandemi Covid-19 perkantoran hanya digunakan untuk briefieng pagi, biasanya mereka melakukan kegiatan di lapangan. Selama pandemi mereka tetap menggunakan transportasi umum namun harus mengikuti protokol kesehatan seperti wajib memakai masker, menjaga jarak, setiap bus telah dilengkapi dengan handsanitizer dan transportasi umum juga dikurangi karena jumlah wisatawan Jepang mulai berkurang, Minggu, 20 Juni 2021.

Karena kasus Covid-19 di seluruh dunia, Jepang mengurangi jumlah wisatawan asing yang masuk ke negara mereka. Sehingga pemerintah Jepang sempat membuka program wisata dalam negeri namun sayang penularan kasus Covid-19 seperti di Tokyo, Kyoto dan Osaka melonjak sehingga program tersebut tidak dilanjutkan. Saat ini, jika ada kunjungan ke berbagai perfektur para pendatang harus mengikuti peraturan daerah tersebut.

Banyak ragam transportasi di Jepang, seperti bus air, kapal, kereta cepat, bus kemudian kereta yang ditarik oleh manusia dan taksi Uber. Hijrah menyebut bahwa hal yang paling dirindukannya selama di Jepang adalah aplikasi ojol atau ojek online.

Di Indonesia, ojol dengan berbagai ragam pelayanan dapat memuaskan pelanggan. Sedangkan di Jepang tidak ada. Sehingga ketika ingin memesan makanan menurut Hijrah itu susah-susah gampang.

Hijrah menyebut minimnya ragam taksi di Jepang karena Pemerintahnya tidak ingin ada perselisihan antar taksi yang berbeda merek.

Hijrah menyatakan bahwa alasan masyarakat Jepang lebih memilih menggunakan transportasi umum karena izin kepemilikan kendaraan di Jepang cukup sulit. Jadi masyarakat disana yang memiliki kendaraan sudah pasti orang-orang berada.

Hijrah yakin bahwa kedepannya minat transportasi di Aceh bisa ditingkatkan seperti di Jepang. Terlebih banyak sekali program-program di Dinas Perhubungan yang berusaha mendongkrak laju transportasi di Aceh.***

Sumber : https://jurnalaceh.pikiran-rakyat.com/aceh/pr-1792087108/kebiasan-baru-warga-jepang-pasca-pandemi?page=2

Hijrah Saputra Terpilih Duta Prefektur Oita Jepang

Sabang.AGN – Putra kelahiran Kota Sabang, Aceh, Hijrah Saputra terpilih menjadi salah satu Duta Prefektur Oita Jepang, 24 Maret 2021. Hijrah dipilih karena kontribusi dan semangatnya mempromosikan Oita dalam berbagai media, baik secara online maupun offline, termasuk peluncuran bukunya berjudul Jejak Dari Kota Neraka, Beppu, Jepang.

Hijrah terpilih bersama pemuda dan pemudi dari negara lain, seperti China, Myanmar dan Georgia. Putra dari pasangan Drs. Suradji Junus dan Erwani Meutia ini nantinya akan bertugas selama periode tiga tahun untuk mempromosikan potensi yang ada di Prefektur Oita, baik dari kesenian, budaya, wisata hingga potensi bisnis. Diharapkan Hijrah bisa menjembatani hubungan baik Pemerintah Oita dengan pihak lain, baik Indonesia atau pun negara lain.
Hijrah sebagai lulusan program Master Tourism & Hospitality Universitas Asia Pasifik, menganggap ini merupakan kesempatan baik dan langka. Tidak banyak yang memiliki kesempatan ini. Posisi ini juga menguntungkan, selain bisa berkontribusi positif untuk Oita, jadi kesempatan untuk membantu promosi Aceh dan Indonesia di Jepang.

Hijrah berharap nantinya ini akan menjadi jalan hubungan diplomasi yang bagus dan membuka peluang kerja sama bisnis antardua negara. (Redaksi)

Sumber : https://acehglobalnews.id/2021/03/28/anak-wakil-wali-kota-sabang-hijrah-saputra-terpilih-duta-prefektur-oita-jepang/

Hijrah Saputra, Anak Muda Aceh yang Jadi Staf Ahli DPR RI

Banda Aceh (Kanal Aceh) – Sejak akhir 2015, pengusaha muda asal Aceh, Hijrah Saputra jadi staf ahli Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) komisi X bidang bidang pendidikan, kepemudaan, olahraga, pariwisata, dan ekonomi kreatif.

“Iya, saya baru jadi staf ahli di DPR RI komisi X,” katanya saat dikonfirmasi Kanal Aceh, Sabtu (16/1).

Putra asal Sabang ini mengaku diajak oleh Muslim SHI., MM. yang merupakan anggota DPR RI komisi X. Muslim merupakan anggota legislatif dari Dapil 2 Aceh yang meliputi daerah Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, dan Kabupaten Aceh Tamiang.

“Saya diajak sama bapak Muslim anggota DPR RI komisi X sejak akhir 2015 lalu,” kata pria yang menjadi pemilik toko cinderamata Piyoh ini.

Lanjut Hijrah, ia juga mau menerima tawaran itu sebab, Muslim mempunyai pemikiran yang idealis, termasuk untuk membantu anak-anak muda Aceh berkembang.

Kepada Kanal Aceh, Hijrah menjelaskan bahwa awalnya ia bertemu Muslim dalam acara program Sail Motorail 2012.

“Beliau minta bantuan untuk menjembatani dengan anak-anak muda kreatif di Aceh, seperti The Leader, Turun Tangan Aceh, I Love Songket Aceh, Colourful Kota Naga, Gam Inong Blogger, himpunan mahasiswa dan komunitas lainnya,” imbuhnya.

Dengan menjadi staf ahli DPR RI, pria lulusan Teknis Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Brawijaya berharap bisa bersinergi dengan semua anak-anak muda Aceh agar generasi muda bisa beraksi. (Aidil Saputra)

Sumber : https://www.kanalaceh.com/2016/01/16/hijrah-saputra-pengusaha-muda-aceh-yang-jadi-staf-ahli-dpr-ri/

Hijrah Saputra: Saya Ini Cuma ‘Kompor’

BANDA ACEH – Siapa pun tahu Aceh yang berada di ujung Sumatera ini memiliki potensi alam luar biasa. Sayangnya, semua potensi itu belum tergarap karena semua pihak, khususnya kalangan anak muda, melirik titik fokus yang sama.

Terkait hal itu, pengusaha muda Aceh, Hijrah Saputra memberikan pendapatnya. Ia mengatakan, jika saja potensi itu digarap secara menyebar tentu akan berdampak jangka panjang yang menjanjikan.

“Sebenarnya Aceh punya banyak potensi yang belum tergali, cuma anak mudanya masih berebut 'kue' yang sama. Padahal masih banyak bagian lain potensi di Aceh yang bisa digarap dan punya kesempatan untuk berkembang lebih bagus ke depannya,” kata Hijrah kepada portalsatu.com melalui BBM, Jumat, 15 Januari 2016.

Ia mencontohkan, saat ini anak-anak muda Aceh mulai mengembangkan parfum aroma kopi, asam sunti pasta, emping berbagai rasa dan masih banyak lainnya.

“Jadi, sekarang saatnya melihat bagian lain yang belum tergarap itu. Jangan hanya melihat potensi yang sama. Tentunya msih banyak lagi lainnya yang belum terlihat,” kata owner Piyoh Design ini.

Kini pria yang akrab disapa Heiji itu lebih banyak mendengar, mendampingi dan menjembatani anak-anak muda Aceh yang memiliki ide-ide bagus yang bakal dihubungkan dengan pemerintahan sehingga ide yang mereka punya bisa dikembangkan.

Pasalnya, kata Heiji, banyak anak-anak muda Aceh yang memiliki ide dan sudah berkarya tetapi belum terhubung dengan pemerintahan. Dengan adanya Heiji yang kini juga menjabat sebagai staf ahli anggota Komisi X DPR RI hal tersebut menjadi mudah.

“Karena selama ini, itulah yang dibutuhkan anak-anak muda Aceh sekarang. Selain itu, juga mulai banyak anak-anak muda Aceh yang tertarik untuk bergerak di bidang social enterprise,” katanya.

Pada 2015 lalu Hijrah juga terpilih untuk mengikuti program Britis Council di Bandung. Ilmu yang dia peroleh dari sana pun kini mulai ditransfer kepada anak-anak muda Aceh.

Hasilnya pun mulai terlihat seperti I Love Songket Aceh yang digagas Azhar Ilyas di Aceh Besar, Colourful Kota Naga oleh Yelly Sustarina di Aceh Selatan, Sedekah Sandal oleh Al Khosim di Sabang dan masih banyak lainnya.

“Mereka penggeraknya dan saya membantu sebagai “kompor” saja sesuai dengan perannya seperti desain, promosi, dan membantu untuk pengembangan baik ide maupun link. Kita bikin Aceh lebih bermanfaat dengan cara yang menyenangkan,” ujar anak dari pasangan Drs. Suradji Junus dan Erwani Muthia ini.[] (ihn/*sar)

Sumber :  https://portalsatu.com/hijrah-saputra-saya-ini-cuma-kompor/

Hijrah Saputra, Pemuda Kreatif yang Ingin Berbagi Aceh Di mana Saja

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Buat kamu penyuka gaya kasual, pasti sudah akrab dengan yang namanya kaos. Ya, fashion item sepanjang masa ini, memang cocok dibawa dalam keseharian. 

Bahannya yang nyaman dan modelnya yang sederhana, membuat para pecintanya sulit meninggalkannya. Menegaskan kesan muda bagi si pemakai. Timeless. Kaos memang tak ada matinya.

Daya tarik sepotong kaos juga menarik minat Hijrah Saputra, untuk menumpahkan kreativitasnya. Selain dilirik warga lokal, kaos dengan brand 'piyoh' ini juga banyak diincar wisatawan. 

Tak heran, selain nyaman dipakai kaos desain Hijrah juga unik dengan mengusung berbagai tema dan karakter.

"Waktu balik ke Aceh saya dianggap orang aneh, bukan orang Aceh. Jadi saya pikir gimana caranya menganehkan orang Aceh," ujar Alumnus Jurusan Tata Kota Universitas Brawijaya Malang ini, saat dijumpai di distronya kawasan  Ulee Kareng, Banda Aceh itu, Selasa (2/1).

Berdiri sejak 2009, saat ini Piyoh mempunyai tiga outlet yang tersebar di Kota Banda Aceh dan Sabang. Mengandalkan kekhasan desain yang diaplikasikan pada kaos dan lainnya, Piyoh menawarkan produk berselera muda.

Penggunaan bahan baku berkualitas baik setara distro juga menjadi nilai tambah. "Kita membidik kalangan menengah ke atas sebagai segmen pasar. Kaos ini sekaligus sebagai branding wisata Aceh yang intinya bisa berbagi Aceh di mana aja," papar alumnus YSEALI 2017 ini.

Dibandrol mulai Rp 90 ribuan, kaos 'Piyoh' tersedia untuk unisex dengan pilihan lengan panjang, pendek, polo, hingga potongan syar'i. Menawarkan tema berbeda dalam setiap bulannya.


Di tangan Hijrah, kaos ini berceloteh tentang banyak hal, seperti 'Badboy go to hell, goodboy go to Sabang' hingga memuat konten lokal seperti 'bek jampok' dan 'eh malam'.

Selain kaos, di sini kamu juga bisa menemukan rupa-rupa gantungan kunci, magnet, stiker, dompet etnik, hingga parfum yang menebarkan aroma khas Aceh. Dibanderol mulai Rp 5 ribu saja per item. (rul)

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul Hijrah Saputra, Pemuda Kreatif yang Ingin Berbagi Aceh Dimana Saja, https://aceh.tribunnews.com/2018/01/06/hijrah-saputra-pemuda-kreatif-yang-ingin-berbagi-aceh-dimana-saja.

Mottainai (勿体無い), Cara Orang Jepang Menghormati Barang


Kata mottainai (
勿体無い) ini berasal dari gabungan kata mottai yang berarti “sesuatu yang penting” dan nai yang berarti “kekurangan”. Namun jika digabungkan, mottainai berarti sebuah kata yang digunakan untuk mengutarakan kerendahan diri dan juga rasa syukur karena menerima sesuatu yang menurut mereka tidak pantas menerimanya.

Kata ini menunjukkan perasaan syukur yang dikombinasikan dengan rasa malu karena menerima sesuatu atau bantuan dari atasan yang jauh lebih besar dari yang seharusnya.

Sejarah mottainai

Sejarah mottainai muncul di dalam kehidupan rakyat Jepang sejak Zaman Edo, pada Tahun 1603 – 1868. Di zaman tersebut Edo adalah kota yang ramai seperti Tokyo sekarang. Saat itu masyarakat Edo, adalah masyarakat yang ramah lingkungan seperti konsumsi yang mencolok dan konservasi sumber daya di mana barang-barang digunakan, digunakan kembali, dan digunakan kembali dengan rasa terima kasih.

Jika ada seseorang yang mempunyai kimono (pakaian khas jepang), ia akan menggunakannya hingga 10 atau 20 tahun. Bila kimono itu sobek, ia akan menambalnya terus. Saat sudah tidak dapat digunakan, kimono tersebut dijadikan kain lap. Jika sudah tidak bisa dijadikan kain lap, maka akan dibuat bahan bakar untuk memasak. Abu yang tersisa dari kimono tersebut tidak dibuang, melainkan untuk membersihkan peralatan makan. Jadi semuanya bisa dimanfaatkan dengan maksimal.

Masyarakat Jepang juga percaya bahwa setiap benda memiliki roh. Dari kepercayaan itulah muncul istilah dan kisah yōkai (hantu) dan Tsukumogami (hantu peralatan rumah tangga). Pada saat satu benda menginjak umur seratus tahun, benda itu akan berubah menjadi Tsukumogami.

Oleh karena itu, rakyat Jepang pada Zaman Edo memegang teguh prinsip 4R.

  • Reduce (mengurangi),
  • Reuse (memakai ulang),
  • Recycle (mendaur ulang),
  • Respect (menghormati).

Masyarakat Jepang yang tinggal di Prefektur Iwate membuat teknik Nanbu sakiori, yaitu menjahit kain yang tidak terpakai menjadi pakaian baru atau menjadi kerajinan.

Sakiori adalah kain tenunan yang dibuat dengan menggunakan kembali Furununo (kain lama) yang telah dipotong menjadi potongan tali kecil yang kemudian ditenun.

Pada zaman Edo, di Perfektur Aomori, jepang bagian utara, tidak dapat memproduksi kapas karena cuaca yang dingin. Kapas sangat berharga, jadi, kimono tua didaur ulang lagi dan lagi dan akhirnya disobek menjadi tali dan ditenun dan direproduksi sebagai kain baru yang tebal dan hangat. Hasil dari tenunan ini dijadikan kain tradisional Aomori.

Seorang komikus Jepang, Shinju Mariko menciptakan cerita untuk mencoba dan mengajari putranya sendiri tentang arti dari mottainai dan pentingnya menjaga sesuatu. Konsepnya menarik perhatian sebuah perusahaan penerbitan, dan akhirnya diterbitkan sebagai buku bergambar pada tahun 2004.

Karakter Mottainai Baasan (Nenek Mottainai), diceritakan sangat membenci sesuatu yang mubazir, sosok nenek ditampilkan sekilas tampak menakutkan tetapi sebenarnya baik dan penuh cinta. membuat dia menjadi populer di kalangan anak-anak.

Orang jepang meyakini ungkapan "sebutir nasi sejuta keringat". Biasanya digunakan orang tua untuk mendidik anak - anak agar menghabiskan makanan. Bukan dengan memaksa dan menakut-nakuti, tetapi orang tua di Jepang mengajarkan agar anak-anak menyadari betul nasi yang ada di atas piring makan mereka merupakan usaha keras dari banyak orang.

Mariko Shinju menjabarkan konsep itu dalam seri Nenek Mottainai, melalui buku bergambar dan melalui karakter seorang nenek yang bijak.

Konsep Mottainai mengajarkan kita untuk berhati-hati dan bertanggung jawab terhadap semua sumber daya dan menggunakan sumber daya yang terbatas seefektif mungkin.

 “The wasted opportunity of objects that have yet to reach their full potential.”

  • Membuang sepasang sandal geta yang sangat bagus karena talinya putus? Mottainai!
  • Membuang kimono karena anak Anda sudah besar? Mottainai!
  • Menyembunyikan cangkir teh favorit Anda karena ada beberapa retakan? Mottainai!

Melalui rasa menghormati ini, anak-anak diajak untuk menghargai peran dari sebuah barang dan berpikir ulang untuk membuang atau menyia-nyiakan fungsinya. Sebagai contoh, di Jepang, kita akan menemukan Senbei (kudapan yang terbuat dari beras) yang dibungkus menggunakan kertas tradisional yang disebut washi. Washi ini dapat digunakan kembali sebagai bungkus hadiah, sampul buku dan masih banyak produk kreatif lainnya, jadi barang tersebut bisa digunakan secara efektif.

Orang Jepang selalu mengatakan 'otsukaresama-deshita!' kepada setiap barang – barang yang mereka gunakan sebagai menunjukkan 'terima kasih atas kerja kerasnya'.

Indah ya?